ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN FLU BURUNG
I.
KONSEP DASAR
A. DEFINISI
1. Flu
burung adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe A) yang
terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun beberapa
tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus influenza
subtipe H5N1. (
Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6)
a. Virus
H5N1 adalah subtipe dari virus influenza tipe A dengan ciri komponen proteinnya
menunjukan tipe H5 (hemagglotinin tipe 5) dan N(neuroamidase tipe 1).
b. AI
virulensi rendah adalah tipe virus influenza H5N1 yang menyerang unggas namun
hanya menimbulkan penyakit yang ringan bahkan dapat pula tanpa menimbulkan
penyakit. Dalam litelatur disebut low patogenic avian influenza (LPAI).
c. AI
firulensi tinggi adalah tipe virus influenza H5N1 yang ganas ,menyerang dan
menimbulkan penyakit bahkan kematian pada unggas dalam jumlah besar, dapat
menular ke manusia terutama mereka yang mengadakan kontak secara erat dengan
unggus. Dalam literatur disebut higpatogenic avian influenza (HPAI).
( Tamher, Noorkasiani.
2008 : 6)
2.
Penyakit flu burung
atau flu unggas (Bird Flu, Avian influenza) adalah suatu penyakit menular yang
disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas. Penyakit flu
burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1.
(FAO, Buku Petunjuk bagi Paramedik Veteriner)
B. ETIOLOGI
Dikenal
3 tipe virus influenza, yaitu tipe A, tipe B, tipe C. Virus influenza tipe A
terdiri dari beberapa tipe (strain) yaitu H1N1, H3N2, H5N1, H7N7, H9N2, dan
lainnya. Saat ini penyebab flu burung adalah Highly Pathogenic Avian
Influenza Virus, strain H5N1 bahwa unggas mengeluarkan virus influenza tipe
A (H5N1) dengan jumlah besar dalam kotorannya. Virus influenza tipe A merupakan
penyebab flu burung.
Penularan
penyakit ini kepada manusia dapat melalui :
1.
Binatang : Kontak langsung dengan unggas atau binatang lain yang sakit atau
produk unggas yang sakit.
2.
Lingkungan : Udara atau peralatan yang tercemar virus tersebut baik yang
berasal dari tinja atau sekret unggas yang terserang Flu Burung.
3.
Manusia : Sangat terbatas dan tidak efisien (ditemukannya beberapa kasus dalam
kelompok / cluster).
4.
Makanan : Mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak dengan
sempurna di wilayah yang dicurigai atau dipastikan terdapat hewan atau manusia
yang terinfeksi H5N1 dalam satu bulan terakhir.
(Tamher & Noorkasiani. 2008)
C. PATOFISIOLOGI
Penularan
virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak
dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau
benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus
H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di
peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang
sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas yang
terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya
kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak
mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit
virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia,
terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan.(Radji,2006)
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokinin termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel.
Penyakit dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.Pada tahap infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat. Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokinin termasuk IL-1, IL-6 dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada keadaan tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang menginfeksi maka situasi akan berbeda. Imunitas terhadap virus subtipe baru yang sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru. Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan (cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia virus berupa pneumonitis intertitial. Proses berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara cepat & penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang ireversibel.
(Emedicine,2009)
D.
MASA INKUBASI
1.
Pada Unggas : 1 minggu
2.
Pada Manusia : 1-3 hari
, Masa infeksi 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Pada anak
sampai 21 hari
E. KLASIFIKASI
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit :
Penderita Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit :
Derajat I : Penderita tanpa
Pneumonia
Derajat
II : Penderita dengan Pneumonia Derajat Sedang dan tanpa Gagal Nafas Derajat III : Penderita
dengan Pneumonia Berat dan dengan Gagal Nafas
Derajat
IV : Pasien dengan Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau
dengan Multiple Organ Failure (MOF)
(MOPH Thailand, 2005)
F. MANIFESTASI
KLINIK
Gejala-gejala
yang terdapat pada manusia antara lain:
a. Demam (suhu bdan diatas 38°C)
b. Lemas
c. Perdarahan hidung dan gusi
d. Sesak napas
e. Muntah dan nyeri perut serta diare
f. Batuk dan nyeri tenggorokan
g. Radang saluran pernapasan atas
h. Pneumonia
i. Infeksi mata
j. Sakit kepala
k. Nyeri otot
(Widoyono. 2008 : 97)
G. KOMPLIKASI
a. Bronkhitis
b. Infeksi
sekunder (radang telinga)
c. Radang
paru-paru (pneumonia)
(Tamher, Noorkasiani. 2008 : 4)
H. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
Pemeriksaan
laboratorium
1. Mengisolasi
virus ( usap tenggorok, tonsil ,faring)
2. Pemeriksaan
PCR (merupakan suatu metode diagnosis biologi molekuler yang mendasarkan pada
deteksi fragmen DNA yang spesifik untuk kuman tertentu)
3. Uji
serologi
1. Peningkatan
>4 kali lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari spesimen konvalesen
dibandingkan dengan spesimen akut ( diambil <7 hari setelah awitan gejala
penyakit), dan titer antibodi netralisasi konvalesen harus pula >1/80.
2. Titer
antibodi mikronetralisasi H5N1 >1/80 pada spesimen serum yang diambil pada
hari ke >14 setelah awitan (onset penyakit) disertai hasil positif uji
serologi lain, misalnya titer HI sel darah merah kuda >1/160 atau western
blot spesifik H5 positif.
3. Uji penapisan
a. Rapid
test untuk mendeteksi Influensa A.
b. ELISA
untuk mendeteksi H5N1.
4. Pemeriksaan
Hematologi
Hemoglobin, leukosit,
trombosit, hitung jenis leukosit, limfosit total. Umumnya ditemukan leukopeni,
limfositopeni dan trombositopeni.
5. Pemeriksaan
Kimia darah
Albumin, Globulin,
SGOT, SGPT, Ureum, Kreatinin, Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah. Umumnya
dijumpai penurunan albumin, peningkatan SGOT dan SGPT, peningkatan ureum dan
kreatinin, peningkatan Kreatin Kinase, Analisis Gas Darah dapat normal atau
abnormal. Kelainan laboratorium sesuai dengan perjalanan penyakit dan
komplikasi yang ditemukan.
4. Pemeriksaan
Radiologik
Pemeriksaan foto toraks
PA dan Lateral harus dilakukan pada setiap tersangka flu burung. Gambaran
infiltrat di paru menunjukkan bahwa kasus ini adalah pneumonia. Pemeriksaan
lain yang dianjurkan adalah pemeriksaan CT Scan untuk kasus dengan gejala
klinik flu burung tetapi hasil foto toraks normal sebagai langkah diagnostik
dini.
5. Pemeriksaan
Post Mortem
Pada pasien yang
meninggal sebelum diagnosis flu burung tertegakkan, dianjurkan untuk mengambil
sediaan postmortem dengan jalan biopsi pada mayat (necropsi), specimen dikirim
untuk pemeriksaan patologi anatomi dan PCR.
I. PENATALAKSANAAN
Prinsip
penatalaksanaan avian influenza adalah istirahat, peningkataan daya tahan
tubuh, pengobatan antiviral, pengobatan antibiotic, perawatan respirasi, anti
inflamasi, imunomodulators.
Untuk
penatalaksanaan umum dapat dilakukan pelayanan di fasilitas kesehatan non
rujukan dan di rumah sakit rujukan flu burung.
1.
Untuk pelayanan di
fasilitas kesehatan non rujukan flu burung diantaranya adalah:
a. Pasien
suspek flu burung langsung diberikan Oseltamivir 2 x 75 mg (jika anak, sesuai
dengan berat badan) lalu dirujuk ke RS rujukan flu burung.
b. Untuk
puskesmas yang terpencil pasien diberi pengobatan oseltamivir sesuai skoring di
bawah ini, sementara pada puskesmas yang tidak terpencil pasien langsung
dirujuk ke RS rujukan.
2. Pelayanan
di Rumah Sakit Rujukan
Pasien Suspek H5N1,
probabel, dan konfirmasi dirawat di ruang isolasi.
Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan.
Petugas triase memakai APD, kemudian segera mengirim pasien ke ruang pemeriksaan.
a. Petugas
yang masuk ke ruang pemeriksaan tetap mengunakan APD dan melakukan kewaspadaan
standar.
b. Melakukan
anamnesis, pemeriksaan fisik.
c. Setelah
pemeriksaan awal, pemeriksaan rutin (hematologi dan kimia) diulang setiap hari
sedangkan HI diulang pada hari kelima dan pada waktu pasien pulang.
d. Pemeriksaan
PCR dilakukan pada hari pertama, kedua, dan ketiga perawatan.
e. Pemeriksaan
serologi dilakukan pada hari pertama dan diulang setiap lima hari.
f. Penatalaksanaan diruang rawat inap Klinis.
1. Perhatikan :
a)
Keadaan umum
b)
Kesadaran
c)
Tanda vital (tekanan
darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
d)
Bila fasilitas
tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
2. Terapi
suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
Mengenai antiviral maka
antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48 jam pertama.
Adapun pilihan obat :
1. Penghambat
M2 :
a. Amantadin (symadine)
b. Rimantidin (flu
madine). Dengan dosis 2x/hari 100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.
2. Penghambatan
neuramidase (WHO) :
a. Zanamivir (relenza)
b. Oseltamivir (tami
flu). Dengan dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
a)
Pencegahan
Upaya
pencegahan penularan tentu saja dilakukan dengan cara menghindari bahan yang
terkontaminasi kotoran (feses) dan secret unggas, dengan berbagai tindakan
seperti:
1. Tiap orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal
dari saluran cerna unggas harus menggunakan pelindung (seperti masker dan
kacamata renang)
2. Bahan yang berasal dari saluran cerna unggas seperti
kotoran (feses) harus di tatalaksana
dengan baik (ditanam atau dibakar) agar tidak menjadi sumber penularan bagi
orang disekitarnya,
3. Alat-alat yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan,
4. Kandang dan kotoran (feses) tidak boleh dikeluarkan darilokasi peternakan
5. Mengonsumsi daging ayam yang telah dimasak pada suhu
80oC selama 1 menit dan telur unggas yang telah dipanaskan pada suhu
64oC selama 5 menit,
6. Melaksanakan kebersihan lingkungan,
7. Melakukan kebersihan diri.
(Tamher, Noorkasiani. 2008:41)
b)
Pengobatan
1. Suportif
: vitamin, misalnya vitamin C dan B kompleks
2. Simtomatik
: analgesik ,antitusif ,mukolitik
3. Profilaksis
: antibiotik
4. Pengobatan
antivirus dengan Olsetamifir 75mg. Dosis profilaksis adalah 1 x 75 mg selama 7
hari yang diberikan pada semua kasus suspect.
Dosis terapi adalah 2 x
75mg selama 5 hari yang diberikan pada semua kasus suspect yang dirawat. Dosis
anak tergantung dari berat badannya.
Panggunaan antivirus
sangat membantu ,terutama 48jam pertama ,karena virus akan menghilang sekitar 7
hari setelah masuk kedalam tubuh.
(Widoyono
,2008:97)
II. ASUHAH
KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Pasien
Meliputi nama, umur, alamat,
pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin dan penanggung jawab.
2. Riwayat
kesehatan sekarang
Data yang mungkin ditemukan
demam (suhu> 37oC), sesak napas, sakit tenggorokan, batuk, pilek, diare
3. Riwayat
kesehatan masa lalu
Apakah ada riwayat sakit
paru-paru atau tidak.
4. Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama.
5. Riwayat perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelumnya
apakah melakukan kunjungan ke daerah atau bertempat tinggal di wilayah yang
terjangkit flu burung, mengkonsumsi unggas sakit, kontak dengan unggas / orang
yang positif flu burung.
6. Kondisi
lingkungan rumah
Dekat dengan pemeliharaan unggas
dan memelihara unggas.
7. Pola
fungsi keperawatan
a. Aktivitas
istirahat: lelah, tidak bertenaga.
b. Sirkulasi:
sirkulasi O2 < 95%, sianosis, • Eliminasi: diare, bising usus hiperaktif,
karakteristik feces encer, defekasi > 3x/hari.
c. Nyeri
atau ketidaknyamanan: nyeri otot, sakit pada mata, konjungtivitis.
d. Respirasi:
sesak napas, ronchi, penggunaan otot bantu napas, takipnea, RR > 20x/menit,
batuk berdahak.
Batasan Frekuensi Napas :
a)
< 2bl = > 60x/menit
b)
2bl - <12 bl =
> 50x/menit
c)
>1 th - <5
th = > 40x/menit
d) 5 th - 12 th = > 30x/menit
e)
>13 = > 20x/menit
e. Kulit:
tidak terjadi infeksi pada sistem integument.
f. Psikososial:
gelisah, cemas.
(Depkes,
Litbang. 2008)
B. DIAGNOSA
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
2. Gangguan
pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar, gangguan kapasitas pembawa O2
darah, gangguan pengiriman O2
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
b.d kehilangan cairan berlebihan, status hipermetabolisme, demam, dehidrasi.
4. Gangguan nutrisi kurang dari
kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan, anoreksia.
5. Intoleransi
aktivitas b.d dispnea, kelelahan, batuk berlebihan, ketidakseimbangan suplai
oksigen.
C. INTERVENSI
1. Bersihan
jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan
selama
… x 24 jam bersihan jalan napas kembali efektif.
Kriteria
Hasil :
a. Tidak
ada keluhan sesak nafas
b. Frekuensi
dan irama nafas kembali normal (20x/menit)
c. Klien
dapat melakukan batuk efektif secara mandiri
d. Klien
mampu mengidentifikasi faktor yang dapat menghambat jalan nafas
Intervensi :
a. Lakukan
pengkajian jumlah atau kedalaman pernafasan dan pergerakan dada.
R/ evaluasi awal untuk
melihat kemajuan dari hasil intervensi yang dilakukan.
b. Lakukan
auskultasi pada daerah paru, catat area yang konsolidasi dengan
cairan/menurun/tidak adanya aliran udara dan adanya suara nafas tambahan
seperti crakelss, ronchi, dan whezing.
R/ penurunan aliran udara
timbul pada area yang konsolidasi dengan cairan. Suara napas bronkhial (normal
diatas bronkus) dapat juga. Crakelss, ronchi, whezing terdengar pada saat
inspirasi dan atau ekspirasi sebagai respon dari akumulasi cairan, sekresi
kental, dan spasme/obstruksi saluran napas.
c. Berikan
posisi senyaman mungkin (semifowler)
R/ diafragma yang lebih
rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi dada, pengisian udara,
mobilisasi dan ekspetorasi dari sekresi lebih optimal.
d. Ajarkan
klien nafas dalam.
R/ napas dalam akan
menfasilitasi ekspansi maksimim paru-paru/saluran udara kecil supaya kinerjanya
lebih maksimal, Menahan dada akan
membantu untuk mengurangi ketidaknyamanan.
e. Ajarkan
klien batuk efektif
R/ batuk merupakan
mekanisme diri untuk membersihkan jalan nafas, dibantu oleh sillia untuk
kepatenan saluran udara.
f. Lakukan
tindakan suction bila diperlukan.
R/ melakukan tindakan
pembersihan jalan nafas dengan alat bantu dikarenakan ketidakefektifan batuk
atau penurunan kesadaran klien.
g. Anjurkan
klien meminum air hangat.
R/ cairan (terutama cairan
hangat) akan membantu memobilisasi dan mengencerkan sekret.
h. Berikan
obat atas indikasinya, misalnya mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, dan
analgesik.
R/ membantu proses
pencairan sekret. Analgesik diberikan untuk mengurangi rasa tidak nyaman ketika
klien melakukan usaha batuk untuk mengeluarkan sekret, tatapi harus digunakan
sesuai penyebabnya.
i.
Usulkan pada dokter
untuk pemberian oksigen masker bila diperlukan.
R/ untuk membantu klien
pada saat sesak nafas, karena oksigen masker mengoptimalkan jumlah oksigen yang
masuk pada klien.
j.
Lakukan monitor serial
X-Ray dada, ABGs, Pulse Oximetry
R/ untuk mengetahui
kemajuan dan efek dari proses penyakit serta memfasilitasi kebutuhan untuk
perubahan terapi.
k. Bantu
klien dengan bronkoskopi/torasentesis jika di perlukan.
R/ kadang-kadang
diperlukan untuk mengeluarkan sumbatan mukus, sekret yang purulen dan atau
mencegah atelektasis.
2. Gangguan
pertukaran gas b.d perubahan membran alveolar, gangguan kapasitas pembawa O2
darah, gangguan pengiriman O2
Tujuan : setelah di lakukan tindakan keperawatan
selama …x24 jam menunjukkan perbaikan ventilasi
Kriteria hasil :
a.
Oksigenasi jaringan
dengan AGD dalam rentang normal
b.
Tak ada distress
pernafasan
Intervensi
:
a.
Kaji frekuensi,
kedalaman dan kemudahan bernapas
R/ untuk mengetahui frekuensi napas
b.
Observasi warna kulit, membran
mukosa dan kuku, catat adanya sianosis
R/ Sianosis kuku
menunjukkan vasokonstriksi, sianosis membran mukosa menunjukkan hipoksemia
sistemik
c.
Awasi suhu tubuh, bantu
tindakan kenyamanan untuk menurunkan demam
R/ Demam tinggi sangat
meningkatkan kebutuhan metabolik dan O2
d.
Observasi penyimpangan kondisi,
catat hipotensi, banyaknya jumlah sputum, perubahan tingkat kesadaran.
R/ Syok dan edema
paru adalah penyebab umum kematian pada pneumonia
e.
Berikan terapi O2 dengan
benar
R/ Mempertahankan
PaO2 diatas 60 mmHg
f.
Awasi AGD dan Saturasi Oksigen
dengan pulse oksimeter
R/Mengevaluasi proses
penyakit dan memudahkan terapi paru
3. Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
b.d kehilangan cairan berlebihan, status hipermetabolisme, demam, dehidrasi.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x
24 jam, kekurangan volume cairan dapat teratasi.
Kriteria
Hasil :
a. Membrane
mukosa lembab
b. Turgor
kulit baik
c. Tanda-tanda
vital stabil
d. Balance
cairan stabil
Intervensi
:
a. Pantau
tanda-tanda vital.
R/ indikator dari volume cairan sirkulasi.
b. Kaji
turgor kulit,membrane mukosa
R/ indikator tidak
langsung dari status cairan.
c. Catat
peningkatan suhu, kompres hangat
R/ demam akan meningkat
metabolisme harus dikontrol.
d. Pantau
intake cairan.
R/ Mempertahankan
keseimbangan cairan
e. Anjurkan
pasien menghindari makanan penyebab diare ( pedas)
R/ mencegah terjadi diare
dan kehilangan cairan.
f. Berikan
cairan elektrolit melalui oral / IV
R/ mengurangi resiko
kekurangan cairan melalui muntah, diare, dan demam hipermetabolisme.
g. Pantau
hasil laboratorium seperti : Hb/Ht, elektrolit, BUN/kreatinin
R/ Memantau status cairan
& elektrolit , mengevaluasi status perfusi/fungsi ginjal
4. Gangguan nutrisi kurang
dari kebutuhan b.d intake yang tidak adekuat, penurunan nafsu makan, penurunan
berat badan,
anoreksia.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x
24jam, klien mampu mepertahankan nutrisi yang adekuat
Kriteria
Hasil :
a. Tidak
ada tanda malnutrisi
b. BB
ideal
c. Klien
menghabiskan porsi makanan yang disediakan
d. Klien
tidak mengeluh mual saat makan
e. Klien
tidak tampak lemah lagi
f. Bising
usus 5-15 x/mnt
Intervensi
:
a. Kaji
kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan
R/ Lesi mulut, esophagus
menyebabkan disfagia, menurunkan kemampuan mengunyah & nafsu makan
b. Lakukan
pengkajian penyebab mual klien
R/ untuk mengetahui
penyebab dan memudahkan pengambilan
tindakan selanjutnya
c.
Auskultasi bising usus
R/ Hipermotilitas
dihubungkan dengan muntah & diare, tidak mampu mentoleransi laktosa dan malabsorbsi
membutuhkan perubahan diet
d.
Timbang BB sesuai
indikasi
R/ Indikator kebutuhan
nutrisi/pemasukan yang adekuat
e.
Berikan makanan sedikit
tapi sering, termasuk makan kecil yang memiliki kandungan nutrisi yang lumayan
bagi tubuh
R/ agar klien tidak merasa
cepat kenyang dan untuk menambah jumlah nutrisi yang masuk kedalam tubuh
f.
Anjurkan pasien untuk
melakukan perawatan mulut
R/ mulut yang bersih akan
menigkatkan nafsu makan
g.
Konsultasikan dengan
tim pendukung ahli gizi/ diet.
R/ menyediakan diet berdasaarkan
kebutuhan individu dengan rute yang tepat.
5. Intoleransi
aktivitas b.d dispnea, kelelahan, batuk berlebihan, ketidakseimbangan suplai
oksigen.
Tujuan
: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ...x
24 jam, intoleransi aktivitas dapat teratasi.
Kriteria
Hasil :
a. Tidak
ada dispnea
b. Tidak
terjadi kelemahan
c. Tanda
vital dalam rentang normal
Intervensi
:
a. Kaji
adanya dispnea
R/ mengetahui tingkat
intoleran pasien
b. Bantu
aktivitas perawtan diri yang diperlukan.
R/ meminimalkan kelelahan
dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan O2
c. Beri
posisi nyaman
R/ agar pasien nyaman
d. Jelaskan
pentingnya istirahat dalam rencana pengobatan
R/ tirah baring
dipertahankan selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat
energi untuk penyembuhan
e. Kolaborasi
dengan ahli fisioterapi
R/ membantu meminimalkan intoleransi aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Tamher,
Noorkasiani. 2008. Flu Burung : Aspek
Klinis dan Epidemiologis. Jakarta : Salemba Medika.
Widoyono.
2008. Penyakit Tropis : Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta : Erlangga.
Emedicine.2009.
http://id.shvoong.com/medicine-and-health/2004014-manajemen-klinis-kasus-flu-burung.
Radji
,Maksum . 2006. Majalah Ilmu Kefarmasian,
Vol. III. Jakarta: UI
Doengoes, Marlyn. 2001. Perencanaan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : EGC
Depkes,
Litbang. 2008. Flu Burung. www.litbang.depkes.go.id/maskes/072005/flu_burung
0 komentar:
Post a Comment