ASUHAN
KEPERAWATAN ASMA
KONSEP DASAR
A. PENGERTIAN
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya
respon trachea dan bronkus terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi
adanya penempitan jalan nafas yang luas dan derajatnya dapat berubah ubah
secara spontan maupun sebagi hasil pengobatan.(the American thoracic
society,1962)
Asma adalah suatu gangguan pada saluarn bronchial
yang mempunyai ciri bronkospasme periodic(kontraksi spasme pada saluran
nafas).(soemantri,2009)
Asma adalah suatu penyakit dari system pernafasan
yang meliputi peradangan dari jalan nafas dan gejala – gejalabronkospasme yang
bersifat reversible. (crocket,antoby,1997)
B. ETIOLOGI
Ada
beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi
timbulnya serangan asthma bronkhial.
timbulnya serangan asthma bronkhial.
1. Faktor predisposisi
Genetik
Dimana
yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum diketahui bagaimana cara penurunannya yang jelas.
Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga
menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat
mudah terkena penyakit asthma bronkhial jika terpapar dengan foktor
pencetus.Selain itu hipersentifisitas saluran pernafasannya juga bisa
diturunkan.
2.
Faktor presipitasi
Alergen
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
Dimana alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu :
1. Inhalan, yang masuk melalui saluran
pernapasan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
Seperti : debu, bulu binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi.
2. Ingestan, yang masuk melalui mulut.
Seperti : makanan dan obat-obatan.
3. Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit.
seperti : perhiasan, logam dan jam tangan.
·
Perubahan cuaca.
Cuaca
lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir yang
mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma. Kadang-kadang
serangan berhubungan dengan musim, seperti: musim hujan, musim kemarau, musim
bunga. Hal ini berhubungan dengan arah angin serbuk bunga dandebu.
·
Stress.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
Stress/ gangguan emosi dapat menjadi pencetus serangan asma, selain itu juga bisa memperberat serangan asma yang sudah ada. Disamping gejala asma yang timbul harus segera diobati penderita asma yang mengalami stress/gangguanemosi perlu diberi nasehat untuk menyelesaikan masalah pribadinya. Karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
·
Lingkungan kerja.
Mempunyai
hubungan langsung dengan sebab terjadinya serangan asma.Hal ini berkaitan
dengan dimana dia bekerja.Misalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan,
industri tekstil, pabrik asbes, polisi lalu lintas.Gejala ini membaik pada
waktu libur atau cuti.
·
Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat.
Sebagian
besar penderita asma akan mendapat serangan jika melakukan aktifitas jasmani
atau aloh raga yang berat. Lari cepat paling mudah menimbulkan serangan
asma.Serangan asma karena aktifitas biasanya terjadi segera setelah selesai
aktifitas tersebut.
TIPE ASMA
1. Asma
alergik/ekstrinsik, merupakan suatu bentuk asma dengan allergen seperti bulu
binatang, debu, ketombe, dll.
Bentuk asma ini biasanya di mulai dari kanak – kanak.
2. Idiopatik
atau nonalergik asma / intrinsic, tidak berhubungan secara langsung dengan
allergen spesifik,saluran nafas atas, aktifitas, emosi/streesdan polusi
lingkungan akan mencetuskan serangan.
Bentuk asma ini biasanya di
mulai ketika dewasa >35 tahun.
3. Asma
campuran , merupakan bentuk asma yang paling sering. Di karakteristikan dengan
bentuk ke dua jenis asma alergik dan ideopatik atau nonalergik.(soemantri,2009)
PATOFISIOLOGI
Suatu serangan asthma timbul karena
seorang yang atopi terpapar dengan alergen yang ada dalam lingkungan
sehari-hari dan membentuk imunoglobulin E (IgE). Alergen yang masuk kedalam
tubuh melalui saluran nafas, kulit, dan lain-lain akan ditangkap makrofag yang
bekerja sebagai antigen presenting cell (APC). Setelah alergen diproses dalan
sel APC, alergen tersebut dipresentasikan ke sel Th. Sel Th memberikan signal
kepada sel B dengan dilepaskanya interleukin 2 (IL-2) untuk berpoliferasi
menjadi sel plasma dan membentuk imunoglobulin E (IgE).
IgE yang terbentuk akan diikat oleh
mastosit yang ada dalam jaringan dan basofil yang ada dalan sirkulasi. Bila
proses ini terjadai pada seseorang, maka orang itu sudah disensitisasi atau
baru menjadi rentan. Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau
lebih dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh Ig E yang
sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil. Ikatan ini akan menimbulkan
influk Ca++ kedalam sel dan perubahan didalam sel yang menurunkan
kadar cAMP.
Penurunan pada kadar cAMP menimbulkan
degranulasi sel. Degranulasi sel ini akan menyebabkan dilepaskanya
mediator-mediator kimia yang meliputi : histamin, slow releasing suptance of
anaphylaksis (SRS-A), eosinophilic chomotetik faktor of anaphylacsis (ECF-A)
dan lain-lain. Hal ini akanmenyebabakan timbulnya tiga reaksi utama yaitu :
kontraksi otot-otot polos baik saluran nafas yang besar ataupun yang kecil yang
akan menimbulkan bronkospasme, peningkatan permeabilitas kapiler yang berperan
dalam terjadinya edema mukosa yang
menambah semakin menyempitnya saluran nafas , peningkatansekresi kelenjar
mukosa dan peningkatan produksi mukus. Tiga reaksi tersebut menimbulkan
gangguan ventilasi, distribusi ventilasi yang tidak merata dengan sirkulasi
darah paru dan gangguan difusi gas ditingkat alveoli, akibatnya akan terjadi
hipoksemia, hiperkapnea dan asidosis pada tahap yangsangat lanjut, (Barbara
C.L,1996, Karnen B. 1994, William R.S. 1995)
Berdasarkan etiologinya, asthma dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu asthma intrinsik dan asthma ektrinsik.
Asthma ektrinsik (atopi) ditandai dengan reaksi alergik terhadap
pencetus-pencetus spesifik yang dapat diidentifikasi seperti : tepung sari jamur,
debu, bulu binatang, susu telor ikan obat-obatan serta bahan-bahan alergen yang
lain. Sedangkan asthma intrinsik ( non atopi ) ditandai dengan mekanisme non
alergik yang bereaksi terhadap pencetus yang tidak spesifik seperti : Udara
dingin, zat kimia,yang bersifat sebagai iritan seperti : ozon ,eter, nitrogen,
perubahan musim dan cuaca, aktifitas fisik yang berlebih , ketegangan mental
serta faktor-faktor intrinsik lain. (Antoni C, 1997 dan Tjen Daniel, 1991).
Serangan asthma mendadak secara klinis
dapat dibagi menjadi tiga stadium. Stadium pertama ditandai dengan batuk-batuk
berkala dan kering. Batuk ini terjadi karena iritasi mukosa yang kental dan
mengumpul. Pada stadium ini terjadi edema dan pembengkakan bronkus. Stadiun
kedua ditandai dengan batuk disertai mukus yang jernih dan berbusa. Klien
merasa sesak nafas, berusaha untuk bernafas dalam, ekspirasi memanjang diikuti
bunyi mengi (wheezing). Klien lebih suka duduk dengan tangan diletakkan pada
pinggir tempat tidur, penberita tampak pucat, gelisah, dan warna kulit sekitar
mulai membiru. Sedangkan stadiun ketiga ditandai hampir tidak terdengarnya
suara nafas karena aliran udara kecil, tidak ada batuk,pernafasan menjadi
dangkal dan tidak teratur, irama pernafasan tinggi karena asfiksia, (Tjen
daniel,1991).
MANIFESTASI KLINIS
Gejala
asma terdiri atas triad, yaitu dispnea, batuk, dan mengi. Gejala yang di
sebutkan terakhir sering di anggap sebagai gejala yang harus ada, dan data
lainnya seperti terlihat pada pemeriksaan fisik.(irman,2009)
Karena
asma merupakan suatau penyakit yang di tandai dengan penyempitan jalan nafas
yang reversible , maka gambaran klinis dari asma memperlihatkan
variabilitasyang besar baik di antara penderita asma dan secara individual di
sepanjang waktu . masalah utamanya adalah kepekaan selaput lender bronchial dan
hiperaktif otot bronchial . rangkaian pengaruh dari edema selaput lender
bronchial, peningkatan produksi mucus (dahak).menimbulkan penyempitan jalan
nafas dan menyebabkan empat gejala asma yang utama yakni : batuk, mengi , pernafasan pendek , dan
rasa sesak di dada , (crockett,antony,1997)
PATHWAY
KOMPLIKASI
Komplikasi
yang dapat terjadi pada klien dengan asma adalah pneumotoraks, atelektasis,
gagal nafas, bronkhitis dan fraktur iga.(http/nursingbegn.com)
PENATALAKSANAAN
Pengobatan
nonfarmakologi
a) Penyuluhan,
penyuluhan ini di tujukan untuk peningkatan pengetahuan klien tentang penyakit
asma, sehingga klien secara sadar menghindari faktor-faktor pencetus,
menggunakan obat secara benar, dan berkonsultasi pada tim kesehatan.
b) Menghindari
factor pencetus, klien perlu di bantu mengidentifikasi pencetus serangan asma
yang ada pada lingkungannya, di ajarkan cara menghindari dan mengurangi factor
pencetus, termasuk intake cairan yang cukup bagi klien.
c) Fisioterapi.
Dapat di gunakan untuk mempermudah pengeluaran mucus, ini dapat di lakukan
dengan postural drainase, perkusi, fibrasi dada.
Pengobatan farmakologi
a) Agonis
beta: metraproterenol(alupent, metrapel).bentuknya aerosol, bekerja sangat cepatdi
berikan sebanyak 3-4 x semprot, dan jarak
antara semprotan pertama dank e dua adalah 10 mnt.
b) Metilxantin
, dosis dewasa di berikan 125-200 mg 4 x sehari. Golongan metilxantin adalah
aminofilin dan teofilin.obat ini di berikan bila golongan beta agonis tidak
memberikan hasil yang memuaskan.
c) Kortikosteroid,
jika agonis beta dan metilxantin tidak memberikan respons yang baik, harus di
berikan kortikosteroid. Steroid dalam bentuk aerosol dengan dosis 4 x semprot
tiap hari.pemberian steroid dalam jangka yang lama mempunyai efek samping,
maka klien yang mendapat steroid jangka
lama harus di awasi dengan ketat.
d) Kromolin
dan iprutropium bromide (atroven). Kromolin merupakan obat pencegah asma
khususnya untuk anak-anak. Dosis iprutropium bromide di berikan 1-2 kapsul 4x
sehari (kee dan hayes, 1994)
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
a. Pengukuran
fungsi paru(spirometri), untuk menunjukkan adanya obtruksi jalan nafas.
b. Tes
provokasi bronchus, untuk menunjang adanya hiperaktifitas bronchus (histamine,
metakolin, allergen, keg.jasmani, hiperventilasi dengan udara dingin dan
inhalasi dengan aqua destilata)
c. Pemeriksaan
kulit, untuk menunjukkan adanya antibody lg E yang spesifik dalam tubuh
d. Pemeriksaan
laboratorium
Pemeriksaaan sputum
Pada pemeriksaan
sputum di temukan :
·
Kristal –kristal charcot leyden yang merupakan
degranulasi dari Kristal eosinosil
·
Terdapat spiral curschmann, yakni spiral yang
merupakan cast cell (sel cetakan)dari cabang bronkus.
·
Terdapt
crecole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus
·
Netrofil dan eosinosil yang terdapat pada sputum
umumnya bersifat mukoid dengan viskositas
yang tinggi dan kadang – kadang terdapat mukus plug.
e. Pemerikasaan
darah
Pada pemeriksaan
darah yang rutin di harapkan terjadi peningkatan eosinofil.sedangkan leukosit
dapat meningkat atau normal , walaupun terdapat komplikasi
·
Analisi gas darah pada umumnya normal, akan
tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis.
·
Kadang – kadang pada darah terdapat peningkatan
dari SGOT dan LDH.
·
Hipomatremia dan kadar leukosit kadang – kadang
di atas 15.000/mm 3 dimana menandakan
terdapatnya suatu infeksi.
·
Pada pemeriksaan factor – factor alergi terjadi
peningkatan dari Ig E pada waktu seranagan
dan menurun pada waktu pasien bebas dari serangan.
f. Pemeriksaan
radiologi(mutaqqin,arif,2008),
Gambaran radiologi
pada asma umunya normal .pada waktu serangan menunjukkan gambaran hiperinflasi
pada paru – paru , yakni radiolusen yang bertambah dan pelebaran rongga
interkostal , serta diagfragma yang menurun .akan tetapi bila terdapat komplikasi
, maka kelainan yang di dapatkan adalah sebagai berikut :
·
Bila di sertai dengan bronchitis , maka bercak –
bercak di hilus akan di tambah.
·
Bila terdapat komplikasi emfisema , maka
gambaran radiolusen akan tetapi akan semakin bertambah.bila terdapat komplikasi
pneumonia , maka terdapat gambaran infiltrate pada paru – paru.
·
Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis local
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN ASTHMA
A.
BIODATA
B.
PENGKAJIAN
1)
RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan
utama
Keluhan utama yang
timbul pada klien dengan asma bronchial adalah dispnea, (bisa sampai berhari
–hari atau berbulan-bulan), batuk dan mengi( pada beberapa kasus lebih banyak
paroksismal)
b. Riwayat
kesehatan dahulu
Terdapat data yang
menyatakan adanya factor predisposisi timbulnya penyakit ini, di antaranya
adalah riwayat alergi dan riwayat penyakit saluran nafas.
c. Riwayat
kesehatan keluarga
Klien dengan asma
bronchial sering kali di dapatkan adanya riwayat penyakit keturunan, tetapi
pada beberapa klien lainnya tidak di temukan adanya penyakit yang sama pada
anggota keluarganya.
C.
GENOGRAM
D.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum
Perawat juga perlu
mengkaji tentang kesadaran klien, kecemasan, kegelisaan, kelemahan, suara
bicara, denyut nadi, frekuensi pernafasan, yang meningkat, penggunaan otot-otot
bantu pernafasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat
klien.
·
Inspeksi
Pada klien asma
terlihat adanya peningkatan usahadan frekuensi pernafasan. Inspeksi dada
terutama untuk melihat postur bentuk dan kesimestrisan, adanyapeningkatan
diameter antriorposterior, sifat dan irama penafasan , dan frekuesi pernafasan.
·
Palpasi
Pada palpasi
biasanya kesimetrisan, ekspansi.(mengembang)
·
Perkusi
Pada perkusi di
dapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan diagfragma menjadi datar dan
rendah.
·
Auskultasi
Terdapat suara vesikuler
yang meningkat di sertai dengan ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih 3 kali
inspirasi, dengan bunyi nafas tambahan utama wheezing pada akhir ekspirasi.
·
Perawat perlu memonitor dampak asma, meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dll.
·
Pada saat inspeksi tingkat kesadaran juga
harusnya di kaji, apakah compos mentis, somnolen, atau koma.
·
Pengukuran output urine perlu karena berkaitan
dengan intake cairan, oleh karena itu, perawat perlu memonitor ada tidaknya
oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal dari syok.
·
Perlu juga di kaji bentuk, tugor, nyeri, dan
tanda-tanda infeksi, mengingat hal tersebut juga merangsang serangan asma.(mutaqin,2008)
E.
DATA PENUNJANG
·
Spirometri
·
Tes provokasi
·
Pemeriksaan laboratorium (analisi gas darah,
sputum, sel ensionofil, pemeriksaan darah rutin.)
·
Pemeriksaan radiologi
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Diagnosa
1 :
Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan
akumulasi mukus.
Tujuan
:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
Jalan nafas pasien dapt kembali efektif.
Kriteria
hasil :
Sesak
berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing
berkurang/hilang, vital dalam batas normal keadaan umum baik.
Intervensi
:
a. Auskultasi
bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : wheezing, ronkhi.
Rasional :
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma
berat).
b. Kaji
/ pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Rasional :
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan
selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat melambat dan
frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
c. Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya
: peninggian kepala tidak duduk pada sandaran.
Rasional :
Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan menggunakan
gravitasi.
d. Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk
pendek, basah. Bantu tindakan untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
Rasional :
batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
e. Berikan
air hangat.
Rasional
: penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
f. Kolaborasi
obat sesuai indikasi.
Bronkodilator
spiriva 1×1 (inhalasi).
Rasional
: Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Diagnosa
2 :
Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru.
Tujuan
:
Setelah di lakukan tindakan keperawatan selama 4 x 24 jam
Pola nafas pasien dapat kembali efektif.
Kriteria
hasil :
Pola nafas
efektif, bunyi nafas normal atau bersih, TTV dalam batas normal, batuk
berkurang, ekspansi paru mengembang.
Intervensi
:
1. Kaji
frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya pernafasan
termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Rasional : kecepatan biasanya
mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung derajat gagal nafas.
Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan atelektasis dan atau nyeri dada
2. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas
seperti krekels, wheezing.
Rasional :
ronki dan wheezing menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
3. Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Rasional :
duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
4. Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Rasional :
Kongesti alveolar mengakibatkan batuk sering/iritasi.
5. Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Rasional : dapat meningkatkan/banyaknya
sputum dimana gangguan ventilasi dan ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
6. Kolaborasi
-Berikan
oksigen tambahan
- Berikan
humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer
Rasional : memaksimalkan bernafas
dan menurunkan kerja nafas, memberikan kelembaban pada membran mukosa dan
membantu pengenceran sekret.
Diagnosa 3 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.(dlm
beraktivitas)
Tujuan
:
Selama tindakan
keperawatan 5 x 24 jam Klien
dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria
hasil :
KU klien
baik, badan tidak lemas, klien dapat beraktivitas secara mandiri, kekuatan otot
terasa pada skala sedang
Intervensi
:
1.
Evaluasi respons pasien terhadap
aktivitas. Catat laporan dyspnea peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan
tanda vital selama dan setelah aktivitas.
Rasional : menetapkan kebutuhan/kemampuan
pasien dan memudahkan pilihan intervensi.
2.
Jelaskan pentingnya istirahat dalam
rencana pengobatan dan perlunya keseimbangan aktivitas dan istirahat.
Rasional : Tirah baring dipertahankan
selama fase akut untuk menurunkan kebutuhan metabolik, menghemat energi untuk
penyembuhan.
3.
Bantu pasien memilih posisi nyaman
untuk istirahat dan atau tidur.
Rasional : pasien mungkin nyaman dengan
kepala tinggi atau menunduk kedepan meja atau bantal.
4.
Bantu aktivitas keperawatan diri yang
diperlukan. Berikan kemajuan peningkatan aktivitas selama fase penyembuhan.
Rasional :meminimalkan kelelahan dan
membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen.
5.
Berikan lingkungan tenang dan batasi
pengunjung selama fase akut sesuai indikasi.
Rasional : menurunkan stress dan
rangsangan berlebihan meningkatkan istirahat.
Diagnosa
4:
Resti terhadap infeksi berhubungan
dengan tidak adekuatnya pertahanan utama.
Criteria
hasil :
Menyatakan pemahaman penyebab / factor resiko individu.
Mengidentifikasi intervensi untuk
mencegah / menurunkan resiko infeksi
Menurunkan tehnik, perubahan pola
hidup untuk meningkatkan lingkungan yang nyaman
Intervensi
:
1. Awasi suhu
Rasional
: Demam dapat terjadi karena infeksi
atau dehidrasi.
2. Kaji pentingnya latihan nafas, batuk
efektif, perubahan posisi sering
Rasional : Aktifitas ini meningkatkan mobilisasi dan pengeluaran secret
untuk menurunkan resiko terjadinya
infeksi paru
3. Observasi warna, karakter, bau
sputum
Rasional
: secret berbau, kuning/kehijauan
menunjukkan adanya infeksi paru
4. Dorong keseimbangan antara aktifitas
dan istirahat
Rasional
: konsumsi / kebutuhan keseimbangan
oksigen
5. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi
adekuat
Rasional
: Mal nutrisi dapat mempengaruhi
kesehatan umum
(doengoes,2000)
Evaluasi
a. Jalan nafas kembali
efektif.
b. Pola nafas kembali
efektif.
c. Kebutuhan nutrisi
dapat terpenuhi.
d. Klien dapat
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
e. Pengetahuan klien
tentang proses penyakit menjadi bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Crocket, antony,1997.
Penanganan Asma Dalam Perawatan Primer. hipokrates. jakarta
Doenges, Marilyn.dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC
Muttagin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Jakarta: Salemba Medika
Santosa, Budi. 2005. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda
2005-2006. Prima Medika
Smeltzer, Suzanne C., dan Bare, Brenda G. 2002. Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah, Brunner and Suddarth.Edisi 8. Vol. 1, Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Somantri, Irma. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien
dengan Gangguan Sistem Pernapasan.Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika William,2008.
http:/nursingbegin.com
0 komentar:
Post a Comment